“Kalian ngapain?”
Suara keras dari seorang wanita mengagetkan kedua pria yang sedang asyik menghisap ganja itu.
Dua orang polwan berdiri di hadapan mereka. Kedua pria itu kaget setengah mati melihat polisi yang tiba-tiba muncul dari balik gang sempit di belakang pasar itu. Tidak biasanya polisi berseragam sampai masuk sampai ke area prostitusi gelap dibelakang pasar. Palingan hanya sampai jalan depan pasar, mengatur lalu lintas sambil menggedor body mobil angkot yang suka berhenti lama, itupun hanya polisi gendut, bukan polwan yang masih muda dan cantik.
Rina berambut sebahu dengan wajah tirus dan tubuh yang semampai. Rina terlihat lebih kurus dari polwan yang bernama Wati. Wati berambut cepak bondol. Yang berambut bondol tidak, gemuk hanya saja potongan badannya agak sedikit besar. Kulit keduanya tampak putih mulus terawat seperti polwan-polwan yang sering jadi bintang di TV, bahkan dengan make up minim seperti hari itu, mereka tetap terlihat cantik.
Orang-orang yang sedang lalu-lalang dan duduk-duduk sepanjang lorong langsung sigap mendengar teriakan. Tapi begitu mereka mengetahui kalau ternyata Irwan dan Anto yang sedang dikejar, maka mereka hanya terdiam mematung sambil melihat kedua polwan itu berlari mengejar preman kelas teri itu. Kalau ada yang ikut mengejar bisa habis nantinya di hajar geng Joni. Apalagi sepanjang lorong itu kebanyakan juga teman Anto dan Irwan, yaitu pria hidung belang, sesama preman, pedagang asongan, pelacur dan germo.
Rina bingung ketika melintasi orang-orang di sekitarnya, karena nggak biasanya orang-orang hanya diam melihat. Apalagi kalau mendengar teriakan sakti dengan kata ‘maling’. Tapi ia terus ikut berlari mengikuti Wati yang emosi karena tadi jatuh di tendang oleh kedua preman itu. Maklum Wati keturunan Jawa campur Sumatra, emosinya Sumatra-nya sedang meledak saat ini.
Irwan dan Anto tidak lari ke arah jalan raya tetapi semakin masuk ke dalam gang.
“Sudah Wat. kita lapor saja ke kantor.” Kata Rina dengan nafas tersenggal-senggal.
Tapi Wati tidak mempedulikan perkataan Rina. Dia terus berlari memburu kedua preman kampong itu. Rina mencoba meraih HT di pinggangnya namun ternyata HT nya tidak ada. Rupanya jatuh saat mereka terjungkal tadi. Hanya Wati yang HT nya masih tampak menggantung, tapi wanita itu tidak mau berhenti berlari, tidak mau melepaskan buruannya. Rina mengikutinya dengan nafas yang sudah mulai berat, mungkin karena emosi, jadi si Wati menjadi berlipat tenaganya.
Kedua polwan itu berbelok di gang antara dua rumah. Di kiri-kanan gang tersebut terdapat dua buah rumah yang tampak tertutup rapat dan mungkin tidak berpenghuni. Diujung gang dibatasi tembok sekitar 1,5 meter. Rupanya gang buntu. Tampak Anto sedang susah payah memanjat tembok yang membatasi gang tersebut.
Rina menghentikan langkahnya untuk mengatur nafas. Sedangkan Wati berlari menyergap sambil kemudian menarik kaki Anto yang setengah badannya sudah berada di batas atas tembok.
“Turun Kamu!.” Bentak Wati, sambil menarik paksa ujung celana dan kaki Anto..
Anto reflek menendang-nendang hendak melepaskan cengkraman polisi itu, sehingga kakinya mengenai wajah dan dada Wati. Polwan itu kewalahan akibat tendangan kaki Anto, ia kehilangan keseimbangan dan terjatuh.
Melihat temannya jatuh, Rina beringsut maju, hendak membantu. Tiba-tiba sebuah benda keras menghantam tengkuknya. Rina langsung jatuh lemas, pandangannya menjadi gelap.
***************************************************
Rina membuka matanya. Ia melihat segerombolan pemuda berdiri di depannya. Terbaring di lantai yang dingin dan berdebu, Ia berusaha menggerakan tangannya namun ternyata kedua tangannya di borgol ke kaki meja. Rina berusaha mengenali tempat dimana dia tersandera yang seperti sebuah gudang. Terdapat banyak kotak kayu bertumpuk-tumpuk di sekelilingnya.
“udah bangun dia, boss.” Suara lelaki muda kurus berkulit hitam, dengan tindikan di hitung, di depannya sambil menoleh ke kiri.
Rina menoleh ke arah yang ditunjukkan kepala lelaki itu. Tampak seorang lelaki berjanggut dan berkumis tipis duduk di sofa rombeng di pojok ruangan. Didepannya sebuah peti bekas berfungsi sebagai meja yang diatasnya tampak alat hisap narkotika. Tumpukan daun ganja kering. Joni menghisap bong sabu besarnya dan mengepulkan asapnya. Kemudian ia berdiri menghampiri Rina.
“Ini akibatnya kalau polisi sok tau berani ganggu kelompok kita.” Joni tersenyum mesum tatapannya tidak lepas dari tubuh Rani yang terborgol tidak berdaya di lantai.
“Lepasin gue! Liat aja lo bakal tahu akibatnya nanti!” Rina menggertak.
“Kamu anak baru di kota ini. Nggak usah sok jago mentang-mentang pakai seragam.mustinya atasan kamu sudah kasih kamu pengarahan. Atau kalian lagi cari muka supaya naik pangkat?”
Terdengar teriakan histeris Wati. Rina segera menoleh ke kirinya arah suara itu berasal. Ia sempat lupa dengan Wati. Dan kini dilihatnya pemandangan mengerikan. Wati bugil, dengan kedua tangannya di borgol ke pipa besi di pojok ruangan. Seorang lelaki gendut yang tidak mengenakan celana sedang berada di antara selangkangan Wati. Lelaki itu memperkosa Wati yang terlihat meronta-ronta berusaha menolak penis lelaki gendut yang sudah tenggelam di memeknya. Semakin Wati memberontak, semakin lelaki gendut itu merem melek.
Suara tertawa lelaki setengah telanjang di sekeliling Wati membuat suasana tiba-tiba menjadi ramai. Para lelaki itu sedang mengocok penis mereka masing-masing di hadapan Wati kemudian Ada pula yang meremasi toket Wati yang putih dan besar itu. Seragam Wati terlihat teronggok robek terinjak-injak oleh komplotan yang kemudian berkerumun melihat adegan itu. Lelaki gemuk yang sedang memperkosa Wati menghentikan goyangan pantatnya, wajahnya merem melek keenakan karena sedang mengeluarkan mani-nya di dalam vagina Wati. Kemudian ia mengeluarkan penisnya dari dalam vagina Wati.
“Si Gentong, edi tansil.” ledek lelaki yang berdiri membelakangi Rina. disusul suara ketawa gerombolan itu.
“Eh, aku ini setia kawan biar semua kebagian. Kapan lagi nge-croot di memek polwan. Siapa lagi tuh? Daripada ngocok depan TV sambil liat polwan.” Suara lelaki yang dipanggil Gentong itu menyela dengan logat Jawa yang kental.
Sebagian lelaki yang sudah setengah telanjang itu segera berebutan untuk dapat segera menancapkan penis mereka ke dalam Wati.
“Eh, aku dulu ini kan jarahan aku.” Anto lelaki yang tadi dikejarnya rupanya berada diantara para lelaki yang sedang mengocok itu.
Kawan-kawannya segera mundur untuk memberi jatah kepada Anto. Anto langsung mengambil posisi diantara selangkangan Wati dan mengarahkan penis panjangnya.
“ahhhkk….” Wati mengerang ketika Anto mendesak masuk penisnya.
Bersamaan dengan itu seorang lelaki lain menyodorkan penisnya ke mulut Wati yang sedang terbuka, dari penisnya terlihat semprotan peju putih berhamburan.
“makan nih peluru pistol,gue”
Wati gelagapan berusaha menutup mulut dan matanya ketika peju lelaki itu menyembur-nyembur menempel di mulut, hidung dan matanya. Tapi ia tidak berdaya ketika Anto mulai bergoyang menikmati vaginanya. Wati merintih sambil melihat vaginanya yang sudah diisi oleh penis panjang milik Anto.
“Anjing, longgar kali ini meki.” Kata Anto sambil keluar masuk Wati. “Titit Gentong kecil kog bisa longgar begini.” Suara ketawa gerombolan itu pun meledak. Gentong yang merasa diledek segera menghampiri dan mendorong-dorong pantat Anto, sehingga menimbulkan tertawa dan umpatan kesal dari Anto karena diganggu.
Berbeda dengan Rina yang selama di akademi termasuk gadis yang alim dan jarang bicara dengan taruna pria, maka Wati sebaliknya. Wati memang sudah tidak perawan ketika di akademi. ia sering gonta-ganti pasangan. Seks bebas di kalangan taruna akademi kepolisian sudah menjadi rahasia umum antar sesama taruna. Tidak semuanya sih, sebagian saja, itupun bagi mereka yang tidak bisa menahan nafsu dan dengan syarat mau-sama mau tapi kalau ketahuan kena hukuman juga. Maklum anak astrama ditambah latihan dan pendidikan yang membuat frustasi, karena narkoba sulit didapat, maka seks bebas menjadi pilihan.
“Kurang ajar kamu!” Rina berteriak ketika celananya dibuka paksa.
Ia hanya bisa meronta-ronta, namun apa daya dalam kondisi seperti itu tidak bisa melawan. Lelaki gondrong yang melepaskan celananya langsung meraih selangkangan Rina yang terbalut celana dalam hitam. Tangan lelaki itu segera bermain di area bibir vaginanya. Rina menggelinjang antar geli bercampur malu. Ia belum pernah disentuh oleh lelaki ,bahkan kekasihnya. Baru kali ini bagian tubuhnya disentuh bukan oleh kekasihnya melainkan hendak diperkosa.
“Udah tenang aja. Kamu nikmatin aja nanti. Jangan harap datang Brimob, Densus 88 bahkan SWAT, FBI, atau CIA, atau siapapun. mana berani kesini.” Joni tertawa sambil melihat ulah si Gondrong. “Udah lo buruan habisin ,Ndrong. Masih 30 orang lagi nih teman-teman lo yang ngantri di belakang lo. Biar yang 50 orang itu nikmatin cewe yang disebelah sana.”
“Beres Bos. Gunting tadi sini dong ku pinjem” Si Gondrong berkata kepada orang yang sedang berdiri.
“kalau kalian semua sudah selesai!” Joni berteriak ke kerumunan gerombolan yang sedang menunggu giliran untuk memperkosa Wati dan Rina. Mereka mendengarkan dengan antusias pimpinannya itu.
“Kalo kalian sudah kelar, suruh masuk 80 orang yang antri diluar, gantian, sepuluh-sepuluh masuknya. Gentong, Kamu atur tuh antriannya. Aku mau nyabu dulu.” Joni berjalan kembali ke arah sofa bututnya.
“Siap komandan.” Kata Gentong.
Rina pasrah ketika seragamnya di gunting oleh Gondrong. ada sekitar 30 orang yang berdiri di depannya sedang menyaksikan prosesi pembugilan Rina. Dirobek-robek seragamnya sampai ia hanya tinggal menggunakan bra dan celana dalam. Kemudian si Gondrong memotong tali Bra Rina. Ia saat ini hanya bisa menangis, Ia sudah tidak berdaya. Kalau saja Wati tadi tidak nafsu mengejar kedua bandar ganja itu mungkin nasib mereka tidak seburuk ini.
“keluarin-keluarin.” Teriakan serempak orang-orang menggema di gudang itu.
Rupanya kelompok yang sedang mengerumuni Wati itu sedang bersenang-senang. Sudah bukan Anto lagi yang menanam tititnya di vagina wanita itu, melainkan sudah berganti orang. Toket, perut dan wajah Wati penuh cairan peju dari para anggota ormas yang sibuk mengocok titit masing-masing mengelilingi tubuh gadis seksi itu. Sudah tidak tahan melihat adegan bokep live, apalagi kali ini polwan yang jadi bintang utamanya.
“Hore..” Teriakan dan siulan meriah terdengar, ketika lelaki yang sedang menyenggamai Wati sedang nyemprot di dalam memek. Lelaki itu langsung di tarik temannya, supaya gantian.
Dari lobang vagina Wati yang sudah terlihat memerah, membulat longgar itu terlihat cairan-cairan putih berlelehan, hasil semprotan laki-laki yang sudah bergantian orgasme di vaginanya. Wati sudah terdiam pasrah,matanya tertutup dan kepalanya tergolek karena sudah pingsan.
Buah dada Rina dijilati dan diremas-remas oleh Gondrong. puting nya coklat dan tampak masih kuncup membuat Gondrong makin bernafsu. Toketnya yang kecil tapi kenyal diremas-remas tangan lelaki itu. Rina sudah bugil total. Seragammya yang sobek dan pakaian dalamnya berserakan di lantai.
“ini rapet banget nih.” Kata Gondrong sambil mengobel vagina Rina.
Rina menggelinjang kegelian, ia tidak dapat menahan geli, apalagi titik sensitifnya disentuh.
“jembut nya tipis bos.” Kata lelaki yang ditindik hidungnya memperhatikan.
Dua orang yang sejak tadi menonton Rina di bugilin tidak tahan, mereka sudah buka celana dan mengambil posisi mengocok di samping kiri-kanan Rina. Tidak tahan melihat tubuh seksi Rina yang walaupun kurus dan perutnya rata tapi buah dadanya tidak rata cenderung kencang dan menantang. Garis-garis tulang rusuk Rina terlihat dalam posisi yang demikian ,bagi laki-laki yang suka perempuan kurus adalah pemandangan yang sangat seksi.
Si gondrong sudah membuka pakaian yang dikenakannya. Sehingga pria itu telanjang bulat di hadapan Rina. Sebagian orang yang menyaksikan bersorak ketika si gondrong telanjang Karena hanya pria itu yang berani telanjang, sedangkan yang lain hanya membuka celana saja. Rina melihat penis besar si Gondrong sedang ngaceng tegak mencuat. Kepala penisnya yang berdiameter 7 cm mengkilap bagai topi baja tentara. Batang hitam berurat sepanjang 18cm itu diarahkannya diantara bibir vagina Rina.
“Jangan-jangan.” Rina berusaha menolak.
“Diam kau lonte!” Gondrong membentak. Ia menampar Rina berkali-kali.
“ampun…ampun.” Rina mengaduh kesakitan.
Si Gondrong menghentikan tamparannya. Ia kembali menekan penisnya, menyelipkan diantara bibir vagina si polwan yang masih segaris itu. Ia menekan kepala penis besarnya. Sempit dan agak sulit masuknya.
Rina berteriak menangis ketika rasa sakit terasa di vaginanya, Si Gondrong terus mencoba menghujamkan penis kerasnya itu, merobek selaput dara Rina, dan menekan terus menelusuri vagina sempit yang belum pernah dimasuki oleh kelamin lelaki. Rina meringis, air matanya bercucuran setiap inci-demi inci penis si Gondrong memasuki liang senggamanya.
“perawan, nih. Enak banget, legit.” Gondrong tertawa. “eh , jangan keluarin di badannya dulu sebelum aku kelar!” Gondrong membentak lelaki di sebelah kiri yang hendak mengeluarkan mani di mulut Rina. Lelaki itu mengurungkan niat dan terpaksa mengeluarkan peju-nya di lantai.
“Yang pada nggak sabar ke sana aja!” Gondrong menunjuk kerumunan tempat Wati diperkosa. “sempit gini, bikin betah nih aku mainnya.”
Rina melihat vaginanya yang sudah dipenuhi benda hitam besar dan hangat itu. Terlihat bibir vaginanya terisi penuh oleh penis si gondrong yang sudah mentok di dalam dan hanya menyisakan 1 inci penis hitamnya diluar.
Gondrong segera menggoyang pantatnya, mengocok penisnya di dalam vagina rapet dan legit itu. Dinding vagina Rina terasa bergerinjal-gerinjal seperti ada cincin dan butiran pasir di sekelilingnya. Dan ujung vaginanya terasa membetot kepala penis lelaki itu. Bibir memek ikut keluar masuk setiap si Gondrong mengeluar masukkan benda kebesarannya itu.
Laki-laki itu mengambil posisi seperti orang sedang push up. Keringat dari leher lelaki Gondrong itu bertetesan di dada dan leher Rina. Rina merasa jijik, tapi ia sudah tidak bisa meronta, apalagi penis besar milik Gondrong yang tertanam di dalam vaginanya membuat pinggangnya terkunci. Rina membuka kedua pahanya lebar-lebar berusaha meredam rasa perih akibat gesekan penis si Gondrong.
“Jangan ada yang rekam!” Gentong merebut hp anggota yang sedang merekam kejadian keji itu. “siapa lagi yang rekam, sini!, kalo sampe beredar di semprot atau krucil, ku bantai orangnya!”
Beberapa anggota ormas yang merasa merekam langsung sukarela memberikan handphone kepada Gentong.
Rani merasakan vaginanya perih bercampur gatal seperti kesemutan di seluruh tubuhnya. Lelaki itu menggoyang pinggulnya makin intens, sesekali Gondrong mengeluarkan jurus memutar penisnya. Hal tersebut yang membuat Rani merasa kegelian. Tiba-tiba rasa geli bercampur gatal menyelimuti tubuh gadis itu. “Ah…ahhh…” Rani mendesah. Ketika tiba-tiba rasa gatal sudah terkumpul mendesak dari bagian bawah perut menusuk melewati jantung dan dalam sekejap seperti sambaran petir langsung menguasai kepalanya. Rina sampai kelojotan merasakan hal yang baru pertama kali dirasakannya. Ia menggigit bibir bawahnya. Perutnya yang rata tampak berkontraksi dan putting susu yang yang kecil makin tajam mencuat.
Gondong terus memacu penisnya membuat gadis itu blingsatan. Pria multi orgasme itu memang jago menahan air-maninya supaya tidak tumpah keluar cepat apalagi saat ini penisnya seperti disedot-sedot dan di cengkeram akibat kontraksi vagina Rina yang sedang merasakan orgasme.
Rina melihat kembali ke arah vaginanya. Terlihat bibir vaginanya sudah memerah. Bercak darah terlihat di titit Gondrong yang sedang keluar masuk. Rani kembali mendesah ketika sinyal-sinyal geli yang baru saja dirasakan kembali menyambar tubuhnya. Tubuhnya kelojotan. Gondrong menghentikan kocokan tititnya. Rina menarik nafas nya yang tidak beraturan. Gundukan buah dadanya tampak naik-turun, menggemaskan.
“Buka borgolnya!.” Kata si Gondrong.
Seorang pemuda membuka borgol Rina. Sehingga tangan Rina bebas. Si Gondrong segera mengangkat tubuh kurus Rina, sehingga kini Rina di pangkuannya. Lelaki itu segera meremas-remas buah dada kencang yang terpampang di hadapan wajahnya. Rina sudah lemas , sudah tidak ada tenaga melawan.
Kedua tangan Gondrong memegang pinggang si gadis dan dinaik turunkannya tubuh Rina. “ahhh..ssst….oooh..” Rina mengerang. Kedua tangannya menjulur kebelakang menahan bobot tubuhnya supaya tidak ambruk, buah dadanya terlihat bergoyang-goyang dalam posisi demikian. Ia hanya memejamkan mata, karena dirasakannya geli dan gatal menyerang tubuhnya. Sudah lupa dengan rasa perihnya tadi. Rina tidak menghiraukan suara-suara bising yang sedang ramai memperkosa Wati, seperti sedang nonton pertandingan bola.
“oohhh…” erangan panjang Rina terdengar sembari tubuh putih kurus itu kelojota dan ambruk di lantai.
Gondrong memutar tubuh putih mulus itu. Dengan gaya doggy Style. Rina sudah sangat lemas karena sudah 3 kali orgasme. Si Gondrong memegang pingggang si gadis dan mulai kembali mengocok penis di vagina legit milik polwan itu.
Dari posisinya Rina bisa melihat Wati yang terbujur kaku. Badan Wati sudah bermandikan air mani. Rambut bondol nya juga sudah penuh dengan peju. Tidak hanya badannya, lantai disekitar daerah selangkangannya sudah banjir air mani pula. Dari vaginanya sudah tidak terlihat jembutnya atau lobangnya, hanya terlihat cairan mani berleleran disekitarnya. Entah berapa liter air mani para lelaki itu yang sudah di semprot ke badan Wati.
Beberapa anggota ormas sudah keluar ruangan dan sudah digantikan beberapa yang baru untuk giliran menyetubuhi Wati. Kini, hanya tersisa sekitar 10 orang yang dengan sabar menunggu giliran untuk menyetubuhi Rina, termasuk si idung tindik.
Gondrong meremas-remas buah dada kencang itu sambil Penisnya menghujam-hujam di vagina Rina.
“Enak, Nggak!” bentak Gondrong.
“ahhh…enak..ssttt.” Rina mendesah dan meringis.
“Makanya jangan kurang ajar sama geng kita.”
Gondrong melepaskan remasannya. Lelaki itu sudah tidak kuat lagi menahan lebih lama air mani yang terkumpul di ujung tititnya. Penis lelaki itu mendesak dan mentok di ujung rahim Rina. Air maninya bermuncratan di dalam rahim polwan itu.
“polisi lonte! nih biar bunting!.” kata si Gondrong.
Bersamaan dengan itu, Rina merasakan orgasme kembali menyerangnya. Tubuh perempuan itu ambruk kelojotan di lantai. Rasa panas akibat semprotan mani si Gondrong dirasakannya bersamaan dengan sambaran petir di ubun-ubun kepalanya.
Tubuh keduanya terdiam sesaat. Si Gondrong masih merasakan pijatan-pijatan memek Rani memeras peju nya yang masih tersisa di saluran kelaminnya.
“Gantian dong, Bos.” Kata si idung tindik.
“yang sana aja kenapa sih?” Gondrong gak suka kalau di sela.
“yang sana udah becek. Mana si Budi udah masuk ke itu cewe.” Kata si Tindik. “Budi kan biangnya sipilis, Boss.”
“Kampret tuh anak.” Si Gondrong memaki. Ia mengeluarkan penis panjangnya dari dalam vagina Rani. Sedikit cairan peju ikut mengalir keluar dari dalam vagina perempuan itu.
“Siapa lagi yang kena sipilis atau aids?” Si Gondrong berkata ke sepuluh orang yang ngantri di belakangnya.
Mereka semua menggeleng.
“Ndro, lo jagain ni polwan. memeknya enak. Yang sipilis silahkan kesana! kalo sipilis yang pakai ni cewe gue bantai. Gue mau pakai lagi abis giliran kalian.” Si Gondrong berkata penuh wibawa kepada 10 orang itu.
Seorang pria kurus keluar dari kerumunan kesepuluh orang itu, tanda ia mengidap penyakit. Pria itu segera bergabung di antrian yang sedang memperkosa Wati.
Si Indro yang idungnya di tindik. Sudah bugil juga. Ia mengelus-elus tubuh Rina yang sudah berkeringat. Rina dalam posisi tengkurap tidak berdaya. Indro membalik badan Rina dan menciumi tubuh putih mulus kurus itu. Rina mendesah ketika rasa geli akibat jilatan Indro menyerbu perutnya.
Si Gondrong berjalan ke arah sofa butut. Masih dalam keadaan telanjang, tidak malu. Penisnya goyang-goyang bergantung sambil berjalan. Ia mengambil lintingan ganja di meja peti itu. Sementara, Joni tampak asyik menonton sambil mabuk, menikmati kesenangan anak-anak buahnya.
Rina hanya melihat ke arah mereka. Tubuhnya terguncang-guncang. Si Indro sudah masuk ke vaginanya dan kini sedang memompa tititnya di vagina Rina. Kedua tangan si Indro meremas-remas payudara si Gadis.
*****************************************
Rina tersadar. Ia melihat sekitarnya. Tubuhnya terbaring di ranjang rumah sakit. Seorang perawat langsung keluar ruangan ketika melihatnya sadar.
Gadis itu merasa tubuhnya sakit semua. Ia tidak ingat kenapa ada di rumah sakit itu. Yang dia ingat terakhir ketika si Gondrong menyodoknya untuk menyemprot maninya untuk kedua kalinya. Ia tidak ingat apa-apa ketika orgasme terakhir melandanya.
Seorang pria setengah baya berkumis masuk ke dalam ruangan. Rina reflek mengangkat tangannya memberi hormat. Karena pria itu adalah AKBP. Tatang, Kapolres tempatnya bertugas.
“Sudah tidak usah.” Kata Tatang.
“kog aku bisa sampai sini, Pak.” Kata Rina lemah.
“Kamu tidak ingat?” tanya Tatang.
Rina menggeleng.
“Kamu diperkosa. Pelaku sudah diamankan dan sekarang sedang di proses. Kamu ditemukan warga di luar kota dalam kondisi telanjang dan pingsan.” Tatang menjelaskan. “kalau kamu sudah pulih, nanti kita buatkan kronologinya untuk kepentingan persidangan.”
Rina mengangguk.
“Oh iya, ada kabar duka. Rekan kamu, Wati sudah tiada. Tubuhnya ditemukan mengenaskan, kelaminnya sobek dan hancur.” Kata Tatang. “Tampaknya dia diperkosa dengan brutal.”
Tatang meninggalkan ruangan tempat membiarkan Rina menangis. Sebenarnya, Tatang tahu pelaku perkosaan terhadap kedua anggotanya. Namun akibat pengaruh ormas yang dipimpin Joni, serta tekanan politik dari backing Joni di pemerintahan pusat. Akhirnya Tatang menahan 2 orang yang diserahkan oleh kelompok Joni.
Sebenarnya kedua orang itu tidak bersalah dan bukan anggota ormas. Karena punya utang dalam jumlah banyak kepada geng Joni, dan keluarga mereka diancam, maka sukarela mereka mengakui kebohongan yang diskenariokan kelompok Joni. Dengan jaminan mereka aman selama di penjara, karena banyak teman-teman dari geng Joni di sana.
Tatang tau dari laporan intelejen lapangan, tapi kalau semua anggota ormas di tahan bisa penuh penjara. Gimana bisa masukin 180 orang ke dalam sel kecil di polres dan belum lagi mau dikirim ke penjara mana nanti? Ya sudah, daripada pusing, nanti si polwan dimutasikan sajalah setelah sembuh biar nggak trauma berkepanjangan, itu pikiran Tatang.
Rina masih terisak, menangis. Walau kenal di akademi tapi Rani tidak terlalu dekat dengan Wati. Ia dekat akhir-akhir ini saja ketika di tugaskan di kota kecil itu. Tapi mengingat kejadian yang menimpa Wati memang kejam para preman yang berjumlah ratusan orang itu memperkosanya bergantian.
Beruntung Rina hanya melayani 4 orang saja termasuk si Gondrong. Tapi diam-diam ia masih pengen ngewe dengan si Gondrong, maka dari itu ia pura-pura lupa kronologi kejadiannya.
Bersambung ke bagian 3
0 comments:
Post a Comment